Tataran Ilmiah
Laras
bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan pemakaiannya. Setiap laras memiliki ciri dan gaya sendiri. Setiap laras dapat
disampaikan secara lisan atau tulis dan dalam bentuk standar, semi standar,
atau non standar. Laras ilmiah selalu menggunakan ragam standar.
Sebuah
karya tulis ilmiah merupakan hasil
rangkaian gagasan yang merupakan
hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala dan pendapat. Seorang penulis
karya ilmiah menyusun kembali pelbagai bahan informasi menjadi sebuah karangan
yang utuh. Oleh sebab itu, penyusun atau pembuat karya ilmiah tidak disebut
pengarang melainkan disebut penulis (soeseno, 1981 : 1).
Bahasa indonesia dalam tataran
ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi yang dikomunikasikan lewat bahasa
yang tinggi dan menyajikan fakta dengan metode penulisan yang benar. Biasanya
dipakai dalam pembuatan karya ilmiah dan dapat dibuktikan kebenarannya karena
isinya merupakan pembahasan dari suatu penelitian yang
objektif.
Sebuah karya tulis ilmiah merupakan hasil rangkaian
gagasan yang merupakan hasil pemikiran, fakta, peristiwa, gejala dan pendapat.
Penyampaian karya ilmiah bukan hanya mengekspresikan pikiran saja tetapi
menyampaikan hasil penelitian. Karya ilmiah memilki tiga ciri :
1.
Harus tepat dan tunggal makna, tidak remang nalar atau mendua makna.
2. Harus secara tepat mendefinisikan setiap istilah, sifat, dan pengertian yang
digunakan, agar tidak menimbulkan kerancuan atau keraguan.
3.
Harus singkat, berlandaskan ekonomi biasa.
Contoh:
Hujan deras yang
mengguyur sejak kemarin sore membuat Jakarta lumpuh. Lalu-lintas di jalan-jalan
protokol, arteri, dan jalan alternatif total lumpuh. Hingga pagi ini, masih ada
pemukiman warga yang tergenang banjir akibat luapan air sungai.
Tataran Semi Ilmiah
Semi
Ilmiah adalah karangan ilmu pengatahun yang menyajikan fakta umum dan menurut
metodologi panulisan yang baik dan benar, ditulis dengan bahasa konkret, gaya
bahasanya formal, kata-katanya tekhnis dan didukung dengan fakta umum yang
dapat dibuktikan benar atau tidaknya atau sebuah penulisan yang menyajikan
fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi
tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering
di masukkan karangan non-ilmiah.
Wacana
pada Tataran Semi Ilmiah merupakan wacana yang karakteristiknya berada di
antara ilmiah dan non ilmiah. Jenis-Jenis Wacana Semi Ilmiah : Artikel, Editorial,
Opini, Feuture dan Reportase.
Ciri
khusus dari karangan semi ilmiah adalah menggunakan opini dari seseorang.
Berikut adalah contoh pemanfaatan bahasa Indonesia pada tataran semi ilmiah :
KOMPAS.com —
Melihat setan, pocong, di film horor dan merasa takut? Perasaan itu dialami
banyak orang. Namun, apa sebabnya? Sebuah
video memuat penjelasan American Chemical Society tentang rasa takut, tentu
saja dari sudut pandang ilmu kimia. Dalam video, Abigail Marsh dari Georgetown
University mengatakan, rasa takut adalah sebuah ekspektasi atau antisipasi dari
bahaya yang mungkin muncul. Tubuh sensitif terhadap ancaman tertentu. Ada
banyak cara untuk mengirimkan sinyal yang memicu rasa takut ke otak. Bayangkan
sebuah situasi di mana Anda sedang menonton film dan tiba-tiba mendengar suara
keras di beranda. Anda menebak-nebak, apakah itu hantu, pencuri, atau alien.
Marsh
menguraikan apa yang terjadi pada situasi itu. "Saraf di telinga yang
mengirimkan suara itu adalah yang bagian pertama dari sistem saraf yang
terlibat," katanya. Sinyal kemudian akan dikirimkan ke bagian otak bernama
thalamus dan kemudian ke bagian lain yang disebut amygdala. Amygdala
akan melepaskan senyawa neurotransmitter, disebut glutamat. Senyawa
ini adalah senyawa kimia di balik rasa takut. "Aksi glutamat di amygdala
untuk merespons rasa takut yang Anda dengar memicu respons lainnya," jelas
Marsh seperti dikutip Foxnews, Selasa (29/10/2013).
Respons
yang saling timbal balik datang dari bagian otak yang bernama periaqueductal
gray, bagian otak yang mengontrol dua respons klasik takut, yakni melompat
dan kedinginan. Kemudian, bagian hipotalamus yang mengontrol respons perlawanan
meningkatkan detak jantung dan seterusnya. Respons takut yang sampai ke
kelenjar adrenalisn membuat tubuh melepaskan kortisol dan adrenalin. Selain itu, rasa takut juga membuat tubuh
melepaskan glukosa ke aliran darah sebagai kekuatan bagi Anda untuk berlari
bila diperlukan. Tergantung tingkat rasa takut, tubuh merespons sinyal dengan
cara berbeda. Anda bisa saja hanya menutup mata atau lari karena takut.
Tataran Non-Ilmiah
Karya non ilmiah sangat bervariasi topic dan cara
penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum, ditulis berdasarkan
fakta pribadi, umumnya bersifat subyektif, gaya bahasanya bias konkret atau
abstrak, gaya bahasanya formal dan popular.
Karya non ilmiah bersifat:
1. Emotif : kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak
sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi.
2. Persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan
untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup
informative.
3. Deskriptif : pendapat pribadi, sebagian imajinatif
dan subjektif.
4. Kritik tanpa dukungan bukti.
Non ilmiah (fiksi) adalah tulisan yang isinya berupa
kisah rekaan, umumnya bersifat subyektif, persuasive, gaya bahasannya bias
konkret atau abstrak, gaya bahasanya konotatif dan popular, tidak memuat
hipotesis, penyajian dibarengi dengan sejarah yang ada, bersifat imajinatif,
situasi didramatisir.
Macam-macam bahasa pada tataran non ilmiah :
Cerpen, novel, drama, dongeng, roman.
Contoh:
Asal Usul Gunung Tangkuban Perahu
Di Jawa Barat
tepatnya di Kabupaten Bandung terdapat sebuah tempat rekreasi yang sangat indah
yaitu Gunung Tangkuban Perahu. Tangkuban Perahu artinya adalah perahu yang
terbalik. Diberi nama seperti karena bentuknya memang menyerupai perahu yang
terbalik. Konon menurut cerita rakyat parahyangan gunung itu memang merupakan
perahu yang terbalik. Berikut ini ceritanya.
Beribu-ribu tahun yang lalu,
tanah Parahyangan dipimpin oleh seorang raja dan seorang ratu yang hanya
mempunyai seorang putri. Putri itu bernama Dayang Sumbi. Dia sangat cantik dan
cerdas, sayangnya dia sangat manja. Pada suatu hari saat sedang menenun di
beranda istana, Dayang Sumbi merasa lemas dan pusing. Dia menjatuhkan pintalan
benangnya ke lantai berkali-kali. Saat pintalannya jatuh untuk kesekian kalinya
Dayang Sumbi menjadi marah lalu bersumpah, dia akan menikahi siapapun yang mau
mengambilkan pintalannya itu. Tepat setelah kata-kata sumpah itu diucapkan,
datang seekor anjing sakti yang bernama Tumang dan menyerahkan pintalan itu ke
tangan Dayang Sumbi. Maka mau tak mau, sesuai dengan sumpahnya, Dayang Sumbi
harus menikahi Anjing tersebut.
Dayang Sumbi dan Tumang hidup
berbahagia hingga mereka dikaruniai seorang anak yang berupa anak manusia tapi
memiliki kekuatan sakti seperti ayahnya. Anak ini diberi nama Sangkuriang.
Dalam masa pertumbuhannya, Sangkuring se lalu ditemani bermain oleh seekor
anjing yang bernama Tumang yang dia ketahui hanya sebagai anjing yang setia,
bukan sebagai ayahnya. Sangkuriang tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan
dan gagah perkasa.
Pada suatu hari Dayang Sumbi
menyuruh anaknya pergi bersama anjingnya untuk berburu rusa untuk keperluan
suatu pesta. Setelah beberapa lama mencari tanpa hasil, Sangkuriang merasa
putus asa, tapi dia tidak ingin mengecewakan ibunya. Maka dengan sangat
terpaksa dia mengambil sebatang panah dan mengarahkannya pada Tumang. Setibanya
di rumah dia menyerahkan daging Tumang pada ibunya. dayanng Sumbi yang mengira
daging itu adalah daging rusa, merasa gembira atas keberhasilan anaknya.
Segera setelah pesta usai Dayang Sumbi teringat pada Tumang dan bertanya pada
pada anaknya dimana Tumang berada. Pada mulanya Sangkuriang merasa takut, tapa
akhirnya dia mengatakan apa yang telah terjadi pada ibunya. Dayang Sumbi
menjadi sangat murka, dalam kemarahannya dia memukul Sangkuriang hingga pingsan
tepat di keningnya. Atas perbuatannya itu Dayang Sumbi diusir keluar dari
kerajaan oleh ayahnya. Untungnya Sangkuriang sadar kembali tapi pukulan ibunya
meninggalkan bekas luka yang sangat lebar di keningnya.Setelah dewasa,
Sangkuriang pun pergi mengembara untuk mengetahui keadaan dunia luar.
Beberapa tahun kemudian,
Sangkuriang bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik. Segera saja dia
jatuh cinta pada wanita tersebut. Wanita itu adalah ibunya sendiri, tapi mereka
tidak saling mengenali satu sama lainnya. Sangkuriang melamarnya, Dayang Sumbi
pun menerima dengan senang hati. Sehari sebelum hari pernikahan, saat sedang
mengelus rambut tunangannya, Dayang Sumbi melihat bekas luka yang lebar di dahi
Sangkuriang, akhirnya dia menyadari bahwa dia hampir menikahi putranya sendiri.
Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi berusaha menggagalkan pernikahannya.
Setelah berpikir keras dia akhirnya memutuskan untuk mengajukan syarat
perkawinan yang tak mungkin dikabulkan oleh Sangkuriang. Syaratnya adalah:
Sangkuriang harus membuat sebuah bendungan yang bisa menutupi seluruh bukit
lalu membuat sebuah perahu untuk menyusuri bendungan tersebut. Semua itu harus
sudah selesai sebelum fajar menyingsing.
Sangkuriang mulai bekerja.
Cintanya yang begitu besar pada Sangkuriang memberinya suatu kekuatan aneh. Tak
lupa dia juga menggunakan kekuatan yang dia dapat dari ayahnya untuk memanggil
jin-jin dan membantunya. Dengan lumpur dan tanah mereka membendung air dari
sungai dan mata air. Beberapa saat sebelum fajar, Sangkuriang menebang sebatang
pohon besar untuk membuat sebuah perahu. Ketika Dayang Sumbi melihat bahwa
Sangkuriang hampir menyelesaikan pekerjaannya, dia berdoa pada dewa-dewa untuk
merintangi pekerjaan anaknya dan mempercepat datangnya pagi.
Ayam jantan berkokok, matahari
terbit lebih cepat dari biasanya dan Sangkuriang menyadari bahwa dia telah
ditipu. Dengan sangat marah dia mengutuk Dayang Sumbi dan menendang perahu
buatannya yang hampir jadi ke tengah hutan. Perahu itu berada disana dalam
keadaan terbalik, dan membentuk Gunung Tangkuban Perahu(perahu yang
menelungkub). Tidak jauh dari tempat itu terdapat tunggul pohon sisa dari
tebangan Sangkuriang, sekarang kita mengenalnya sebagai Bukit Tunggul.
Bendungan yang dibuat Sangkuriang menyebabkan seluruh bukit dipenuhi air dan
membentuk sebuah danau dimana Sangkuriang dan Dayang Sumbi menenggelamkan diri
dan tidak terdengar lagi kabarnya hingga kini.
Referensi: